Ketika saya membaca cerita ini, saya langsung
teringat ketika seorang ustadz memperlihatkan video tentang proses aborsi dalam
kajiannya. Terlihat gambar yang tidak begitu jelas, tapi sang dokter
menjelaskan secara detail mana sang janin, dan sebuat alat penyedotnya. Sebuah
alat besar dimasukan ke perut sang ibu untuk mencabik-cabik dan menyedot
organ-organ sang janin yang sudah remuk. Hingga bagian kepala yang susah untuk
disedot, maka dimasukanlah alat seperti sebuah tang untuk meremukan tengkorak
kepala sang bayi, agar bisa disedot.
saya tidak mampu menuliskannya
dengan detail. Sebuah kekejian yang luarbiasa, yang dilakukan dokter, dan
ibunya sendiri. Mungkin dari cerita rekaan ini bisa menggambarkan bagaimana
keadaan sang bayi kecil tak berdosa itu...
Mama sayang, Aku di surga sekarang, duduk di pangkuan
Tuhan....
Ia mengasihiku dan menangis bersamaku sebab pedih pilu hatiku...
Begitu
ingin aku menjadi putri mungil mu...
Tidak terlalu mengerti aku akan apa yang
telah terjadi...
Aku begitu bergairah ketika mulai Menyadari keberadaanku.
Aku
ada di suatu tempat yang gelap, namun nyaman...
Aku melihat aku punya jari-jari
dan jempol...
Aku cantik seturut perkembanganku, tapi belum siap meninggalkan
tempatku...
Aku menghabiskan sebagian besar waktuku dengan berpikir atau tidur.
Bahkan sejak hari-hari pertamaku, aku merasakan ikatan istimewa antara engkau
dan aku...
Kadang aku mendengarmu menangis, dan aku menangis bersamamu...
Kadang
engkau berteriak dan memaki, lalu aku menangis...
Aku dengar Papa memaki balik.
Aku sedih dan berharap engkau akan segera baik kembali.
Aku heran mengapa
engkau begitu sering menangis.
Suatu hari engkau menangis hampir sepanjang
hari. Pilu hatiku karenanya. Tak dapat kubayangkan mengapa engkau begitu
berduka. Pada hari itu juga, hal yang paling mengerikan terjadi. Suatu monster
yang amat keji masuk ke tempat hangat dan nyaman di mana aku berada. Aku sangat
takut, aku mulai menjerit, tapi tak sekalipun engkau berusaha menolong.
Mungkin
engkau tak pernah mendengarku........ Monster itu semakin lama semakin dekat
sementara aku terus berteriak, "Mama, Mama, tolong aku.....,
Mama......tolong aku." Suatu teror yang ngeri aku rasakan.
Aku berteriak
dan berteriak.......hingga tak sanggup lagi. Lalu monster itu mulai mencabik
lenganku. Sungguh sakit rasanya, sakit yang tak kan pernah dapat kuungkapkan dengan
kata. Monster itu tidak berhenti.
Oh....bagaimana aku harus mohon agar ia
berhenti. Aku menjerit sekuat tenaga sementara ia mencabik putus kakiku.
Sepenuhnya aku dalam kesakitan, aku sekarat. Aku tahu tak kan pernah aku
melihat wajahmu atau mendengarmu membisikkan betapa engkau mengasihiku. Aku
ingin menghapus butir-butir air matamu. Aku punya begitu banyak rencana untuk
membuatmu bahagia,
Mama....Tapi aku tak dapat. Mimpi-mimpiku musnah sudah.
Walau menanggung sakit tak terperi pedih dan pilunya hati kurasakan melampaui
segalanya. Lebih dari segalanya aku ingin menjadi putrimu. Tak ada gunanya
sekarang, aku meregang nyawa dalam sengsara tak terkatakan. Hanya hal-hal buruk
yang terlintas di benakku. Begitu ingin aku mengatakan bahwa aku mengasihimu,
sebelum aku pergi. Tapi, aku tak tahu kata-kata yang dapat engkau mengerti. Dan
segera saja, aku tak lagi punya napas untuk mengatakannya; aku mati. Aku merasa
diriku terangkat, seorang malaikat besar membawaku ke suatu tempat yang besar
dan indah. Aku masih menangis, tapi segala rasa sakit tubuhku sirna sudah.
Malaikat membawaku kepada Tuhan dan membaringkanku dalam pelukan Nya. Tuhan
mengatakan bahwa Ia mencintaiku. Lalu, aku merasa bahagia. Kutanya pada-Nya,
apa itu yang membunuhku. Jawab-Nya, "Aborsi, Aku menyesal, karena Aku tahu
bagaimana ngeri rasanya." Aku tidak tahu apa itu aborsi; Aku pikir mungkin
nama monster itu. Aku menulis untuk mengatakan betapa aku mengasihimu......dan
mengatakan padamu betapa ingin aku menjadi putri mungilmu. Aku telah berjuang
sehabis-habisnya untuk hidup, aku ingin hidup......! Kuat keinginanku, tapi aku
tak mampu; monster itu terlalu kuat...Dicabik-cabiknya lengan dan kakiku dan
akhirnya seluruh tubuhku..... Tak mungkin bagiku untuk hidup. Aku hanya ingin
engkau tahu bahwa aku berusaha tinggal bersamamu. Aku tidak mau mati! Juga
Mama, berhati-hatilah terhadap monster bernama aborsi itu. Mama aku
mengasihimu.....Aku sedih engkau harus menanggung rasa sakit seperti yang
kualami. Berhati-hatilah, Peluk cium, Bayi Perempuanmu.........
Saya sangat sedih ketika membaca cerita ini. Saya yakin andapun juga. Saya
memiliki data, walaupun data lama, yakni ”Setiap tahunnya sekitar 150 ribu anak
di bawah 18 tahun terjebak jadi pelacur. Dan, 4% kasus kehamilan remaja lebih
banyak terjadi pada remaja putri di bawah 18 tahun dan 7% pada remaja putri di
bawah 16 tahun. Sementara sebanyak 43,1% gadis berusia di bawah 18 tahun
melakukan aborsi” (Guntoro Utamadi, staf Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) di harian Kompas 1997) Itu tahun 1997, Entahlah apakah dari
tahun ke tahun semakin naik ataukah semakin turun.
Hindarilah, dan jauhilah dari perbuatan zina.
Karena zina memang menjadi biangkerok pembunuhan itu. Maaf,
kalau kata-kata pada kali ini terasa emosional.
Tapi memang itulah
kenyataannya. Tidak terbayang, sebuah kekejian orang tua kepada anak kandungnya
sendiri. Na’udzubillahimindzalik...
Terimakasih telah membaca,,, :)